Oleh Farah Kamilah Az-Zahrah | Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, STAI Al- Fatah.
Di tengah geliat pembangunan yang semakin pesat di wilayah pinggiran Jakarta, masih ada secercah ketenangan yang tersembunyi di sebuah sudut desa di Cileungsi. Di sanalah Pak Udin, seorang penggembala kambing berusia 57 tahun, menjalani hari-harinya dengan tekun dan penuh cinta. Ia bukan hanya merawat hewan ternaknya, tetapi juga memelihara harapan bagi keluarganya.
Kandang sederhana yang terbuat dari kayu menjadi saksi bisu rutinitas setiap pagi. Suara ringkih kambing menyambut Pak Udin begitu ia membuka pintu kandang—simbol kecil dari hasil kerja keras yang diam-diam menenun masa depan.
Hidup Bersama Harapan
Pak Udin tinggal bersama istri dan dua anaknya di sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari kandang. Istrinya, Bu Rini, membantu mengurus rumah tangga dan kadang ikut menyiapkan pakan kambing. Anak pertama mereka, Yuda, kini duduk di bangku SMK jurusan teknik otomotif, sementara adiknya, Ayu, masih di kelas 5 SD.
“Anak saya yang besar punya cita-cita buka bengkel sendiri. Makanya saya kerja keras supaya dia bisa terus sekolah,” kata Pak Udin dengan mata sedikit berkaca-kaca. Ia mengaku pernah hampir menyerah ketika pandemi melanda dan banyak kambingnya tak laku dijual. Namun, ia bertahan.
Pendapatannya sebagai penggembala tidak menentu. Dalam sebulan, ia hanya bisa menjual satu atau dua ekor kambing, tergantung permintaan. Tapi itu tak membuatnya gentar. Ia percaya, selama ia jujur dan sabar, rezeki akan selalu ada.
Kambing-Kambing yang Jadi Teman Bicara
“Kadang saya ajak ngobrol kambing-kambing ini, apalagi kalau lagi capek hati. Mereka diem aja, tapi rasanya plong,” ujarnya sambil tertawa. Ia menganggap ternak bukan hanya sebagai aset ekonomi, tetapi juga sahabat yang menemaninya dalam sepi dan lelah.
Kambing-kambing yang dirawatnya tumbuh sehat karena diberi pakan rumput segar yang ia kumpulkan sendiri setiap pagi. Ia juga belajar dari internet dan peternak lain untuk memberi vitamin alami dan menjaga kebersihan kandang. “Saya nggak sekolah tinggi, tapi saya belajar dari mana saja. Yang penting mau terus belajar,” katanya.
Warisan Nilai untuk Generasi Muda
Pak Udin sadar bahwa suatu hari nanti ia mungkin tidak lagi kuat untuk mengurus ternak. Namun, ia berharap anak-anaknya tumbuh memahami nilai kerja keras dan kejujuran yang selama ini ia tanamkan lewat pekerjaannya.
“Saya nggak maksa mereka jadi peternak kayak saya. Tapi saya mau mereka tahu bahwa dari kambing-kambing inilah kita bisa makan, sekolah, dan hidup dengan layak,” tuturnya.
Ini adalah sebuah kisah tentang seorang bapak sederhana yang memilih bertahan dengan cara yang ia pahami—dengan merawat, menjaga, dan berharap. Karena bagi Pak Udin, bukan seberapa besar yang ia miliki, tetapi seberapa tulus ia memberi arti bagi yang ia rawat.[]