BASHIRAH NEWS.COM, BOGOR - Pengibaran bendera putih di sejumlah wilayah Aceh menjadi sorotan publik nasional. Simbol tersebut terlihat di berbagai ruas jalan, termasuk jalur lintas Banda Aceh–Medan hingga kawasan Aceh Tamiang dan Aceh Timur.
Berbeda dari makna konflik bersenjata, bendera putih kali ini muncul sebagai tanda kelelahan dan keputusasaan warga sipil.
Masyarakat menggunakannya untuk menyampaikan bahwa kondisi mereka sudah berada di batas kemampuan bertahan, terutama terkait pangan, air bersih, kesehatan, dan akses logistik.
Meskipun pemerintah telah menyatakan kesanggupan dalam menangani dampak bencana dan menolak bantuan negara asing, di Aceh Tamiang warga mengaku hidup tanpa listrik dan air bersih selama berhari-hari.
Dalam banyak kasus, warga justru mengandalkan dapur umum swadaya dan bantuan relawan lintas daerah. Namun, persediaan terus menipis, sementara hujan masih turun dan ancaman banjir susulan belum sepenuhnya hilang.
Ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat, dikutip dari StrategiNews, menyebutkan bahwa adanya masalah koordinasi informasi. Ketika data korban, lokasi pengungsian, dan status akses tidak sinkron antarinstansi, maka keputusan logistik ikut melambat. Bantuan bisa menumpuk di satu titik dan kosong di titik lain.
Di sisi lain, pengibaran bendera putih juga memunculkan perdebatan di ruang publik. Sebagian masyarakat luar daerah menilai aksi tersebut sebagai gambaran lemahnya kehadiran negara di tengah krisis, sementara yang lain khawatir simbol itu disalahartikan secara politis.
Namun, bagi warga terdampak, maknanya jauh lebih sederhana, yaitu butuhnya bantuan secara cepat dan menyeluruh supaya mereka bisa menyambung harapan hidup. [ Annisa Widya Putri ]
Sumber: radarmalioboro.jawapos.com (15/12), INformasinasional.com, Tribunnews.com, @radiosmartfm959
