Di Balik Aksi Kemanusiaan Mahasiswa STAI Al-Fatah


Oleh: Angga Aminudin,M.I.Kom (Pembina UKM STAI Al-Fatah)

Hujan deras yang turun tanpa henti selama beberapa hari membuat sejumlah wilayah di Sumatera Utara dan Aceh mengalami banjir besar. Debit air sungai meningkat tajam hingga meluap dan menghanyutkan rumah-rumah di bantaran sungai. Bukit-bukit longsor, jalan utama di banyak daerah tak lagi dapat dilalui karena tertutup air bercampur lumpur. Sejumlah jembatan runtuh akibat arus deras, membuat banyak desa di beberapa kabupaten terisolasi dan sulit dijangkau tim bantuan.

Bencana ini menelan ratusan korban jiwa, belum termasuk yang masih tertimbun lumpur dan longsoran. Diperkirakan korban jiwa akan mencapai ribuan. Korban yang selamat terpaksa mengungsi tanpa sempat membawa barang berharga. Mereka hanya menyelamatkan dokumen penting, pakaian yang sempat diraih, dan sedikit makanan. 

Barang-barang rumah tangga, buku sekolah, serta perabotan hanyut terbawa banjir. Posko-posko pengungsian pun mulai dipenuhi warga. Anak-anak, ibu-ibu, lansia, hingga balita bertumpuk dalam ruangan dan tenda seadanya. Kondisi tidur berdempetan, tikar terbatas, dan udara lembab membuat banyak pengungsi rentan terserang penyakit.

Akses terhadap makanan dan obat-obatan menjadi kendala besar. Banyak dapur umum yang kekurangan bahan makanan, terutama beras, air bersih, susu bayi, serta makanan siap saji. Air bersih menjadi komoditas paling sulit karena sumur-sumur terkontaminasi banjir. 

Sebagian warga terpaksa meminum air yang kurang layak demi bertahan hidup, meningkatkan risiko penyakit. Selain itu, jaringan listrik di beberapa wilayah padam total karena gardu listrik terendam. Warga tidak bisa mengisi daya ponsel untuk menghubungi keluarga, sementara aktivitas malam hari dilakukan dalam gelap. Bantuan yang datang dari luar daerah masih terbatas karena sulitnya akses jalan serta cuaca yang belum stabil. 

Di tengah kondisi itu, banyak warga yang hanya bisa menunggu uluran tangan. Mereka membutuhkan makanan, obat-obatan, perlengkapan bayi, pakaian layak pakai, selimut, terpal, serta dukungan logistik untuk bertahan. 

Banjir ini bukan hanya merusak rumah dan harta benda, tetapi juga meninggalkan trauma, terutama bagi anak-anak yang harus melalui malam-malam penuh ketakutan. Kondisi darurat ini menunjukkan betapa pentingnya solidaritas dari seluruh masyarakat. Bantuan sekecil apa pun sangat berarti bagi para korban yang sedang berjuang melewati masa sulit.


Berita mengenai bencana banjir Sumatera memenuhi media sosial, termasuk layar ponsel Faishal Hidayaturrohman, seorang mahasiswa tingkat lima STAI Al-Fatah. Ketika melihat video para korban banjir yang memilukan di layar gawainya, dada Faishal terasa sesak. Ia tahu, diam bukan pilihan. 

Keesokan harinya, Faishal membawa isu itu ke rapat mingguan organisasi kampusnya dan berkoordinasi dengan Presma BEM. Dengan suara mantap, ia mengatakan bahwa kampus tidak bisa hanya menjadi penonton. “Mereka saudara kita. Kalau bukan kita yang bergerak, siapa lagi?” katanya. Ucapan itu membuat ruangan sejenak hening sebelum akhirnya disambut anggukan penuh semangat dari teman-temannya.

Dalam waktu singkat, BEM STAI Al-Fatah membentuk Tim Aksi Peduli Sumatera. Faishal dipercaya menjadi koordinator. Mereka kemudian merancang kegiatan penggalangan dana: membuka posko donasi, turun ke jalan dengan mengedarkan kotak amal keliling, membuat poster digital, dan mengkampanyekan solidaritas lewat media sosial. Poster bertuliskan “Ayo Bantu Korban Banjir Sumatera – Sedikit Darimu, Sangat Berarti untuk Mereka” tersebar di mana-mana.

Hari pertama penggalangan dana, Faishal dan timnya melakukan street fundraising di sekitar Pasar Cileungsi Bogor. Mereka turun ke lampu merah, mengangkat poster, menyapa pengendara, dan menjelaskan bahwa setiap rupiah yang terkumpul akan disalurkan kepada korban banjir. Ada yang hanya memberi uang receh, ada yang memberi dengan jumlah besar. Banyak warga yang merogoh kantong untuk memberikan uang seikhlasnya. 

Bukan hanya diam berdiri di pinggiran jalan, Sebagian tim bahkan masuk ke dalam pasar Cileungsi untuk menyodorkan kotak amal ke setiap toko. Banyak pedagang yang memberikan sumbangan dari hasil jualannya hari itu. Faishal dan rekan-rekannya terharu melihat kepedulian begitu banyak orang.

Rencananya, BEM STAI AL-Fatah akan menyalurkan bantuan dana yang terkumpul melalui lembaga kemanusiaan terpercaya. Salah satunya adalah Ukhuwah Al-Fatah Rescue (UAR) yang sudah berada di Lokasi bencana, apalagi beberapa mahasiswa STAI Al-Fatah ada yang menjadi relawan di lembaga kemanusiaan itu. BEM STAI Al-Fatah juga akan membuat laporan terbuka agar semua donatur tahu ke mana dana mengalir. Transparansi itu membuat semakin banyak orang percaya pada gerakan mahasiswa tersebut.

Sejak hari itu, Faishal dan rekan-rekannya bertekad untuk terus terlibat dalam kegiatan sosial. Ia percaya bahwa kepedulian tidak harus lahir dari posisi tinggi atau kekuatan besar—cukup dari hati yang tidak tega melihat penderitaan. Dan bagi Faishal, langkah kecil itu telah membuktikan satu hal: mahasiswa, kapan pun dan di mana pun, selalu bisa menjadi harapan bagi masyarakat yang membutuhkan.


Wallahu ‘alam bishshawab

Lebih baru Lebih lama