Fahri Hamzah: MK Bisa Batalkan Total UU Ciptaker


BASHIRAHNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan substansi dari Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja dapat dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi (MK).


Fahri menilai UU Ciptaker telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena merampas hak publik dan rakyat.


"Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini dianggap merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh Mahkamah Konstitusi, bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," kata Fahri dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (7/10).


Fahri menyatakan UU tersebut bukan hasil revisi atau amendemen melainkan UU baru yang dibuat dengan menerobos banyak UU lainnya.


Menurutnya, UU Cipta Kerja telah melampaui tata cara pembuatan undang-undang yang berlaku di Indonesia.


Selain itu, DPR dan pemerintah masih kurang memberikan sosialisasi terkait RUU tersebut sebelum disahkan.


"Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perppu dan diuji di DPR," kata Fahri.


Apabila UU Cipta Kerja ini dibatalkan secara keseluruhan oleh MK, Fahri meilai, akan berpotensi menimbulkan kekacauan pada aturan lain yang terkait.


Sebab, metode Omnibus Law akan sulit diterapkan dan bukan tradisi Indonesia dalam membuat regulasi.


"Misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Cipta Kerja ini," katanya.


Mantan Wakil Ketua DPR itu mengaku tidak habis pikir dengan bisikan dari penasihat hukum dan ahli tata negara Presiden Joko Widodo. Pasalnya, mereka lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.


Ia bahkan menilai penasihat hukum dan ahli tata negara Jokowi kurang pintar ketika merekomendasikan kebijakan tersebut.


"Ini Pak Jokowinya yang enggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi? Tapi kelihatannya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya," kata Fahri.


Melihat hal itu, Fahri berharap agar Jokowi tidak otoriter saat menerapkan UU Cipta Kerja. Jokowi, kata dia, harus bisa mengumpulkan semua pihak untuk duduk bersama berbicara mengenai UU Cipta Kerja agar publik memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah.


"Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentingan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung," kata Fahri.


Mantan Wakil Ketua DPR itu mengaku tidak habis pikir dengan bisikan dari penasihat hukum dan ahli tata negara Presiden Joko Widodo. Pasalnya, mereka lebih mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU daripada mengajukan Perppu atau melakukan sinkronisasi aturan teknis.


Ia bahkan menilai penasihat hukum dan ahli tata negara Jokowi kurang pintar ketika merekomendasikan kebijakan tersebut.


"Ini Pak Jokowinya yang enggak mau dengar ahli hukum atau ahli hukumnya yang tidak mau dengerin Pak Jokowi? Tapi kelihatannya ada pedagang yang didengar oleh Pak Jokowi daripada ahli hukumnya," kata Fahri.


Melihat hal itu, Fahri berharap agar Jokowi tidak otoriter saat menerapkan UU Cipta Kerja. Jokowi, kata dia, harus bisa mengumpulkan semua pihak untuk duduk bersama berbicara mengenai UU Cipta Kerja agar publik memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah.


"Tidak perlu otoriter, ajak semua ngobrol agar memahami kepentingan untuk akselerasi kita. Saya kira semua akan ikut mendukung," kata Fahri.

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU melalui rapat paripurna pada 5 Oktober lalu.


Pengesahan ini berbuntut aksi demo dari massa buruh dan mahasiswa di sjeumlah daerah.


Rencananya massa buruh dan mahasiswa akan kembali melakukan aksi menolak UU Cipta Kerja di depan Istana Negara Jakarta pada Kamis (8/10) besok.[] (Sumber: CNN)

Lebih baru Lebih lama