Oleh Bahron Ansori*
Seperti yang diketahui, shalat merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan ruhani seorang muslim. Dalam banyak penjelasan, shalat merupakan bentuk komunikasi efektif seorang hamba kepada Allah sebagai Rabbnya. Karena itu, shalat mempunyai kedudukan yang teramat penting dalam kehidupan seorang muslim. Bahkan, jika seorang muslim menghadapi berbagai macam masalah dalam hidupnya, Allah Ta’ala memintanya untuk menegakkan shalat.
Shalat
juga menjadi pertanda yang membedakan antara orang kafir dan orang beriman.
Sebab orang yang mendirikan shalat, berarti dia meyakini satu-satunya Tuhan
yang wajib dan berhak disembah di jagat raya ini hanyalah Allah Ta’ala. Tidak ada shalat, dan bukan shalat namanya jika
ada penyembahan lain selain kepada Allah. Tak hanya itu, shalat pulalah yang
menjadi penentu selamat tidaknya seorang hamba di akhirat kelak. Jika Shalatnya
baik, maka bisa dipastikan semua amalnya akan baik. Namun sebaliknya jika
shalatnya sudah buruk, maka semua amalnya pun menjadi buruk (tertolak).
Tulisan
singkat ini, mencoba untuk mengetengahkan bahasan tentang pentingnya kedudukan
shalat dalam Islam. Berikut kupasannya.
Pertama, shalat adalah tiang agama. Dalam Islam,
shalat merupakan tiang agama seseorang. Jika orang tersebut mendirikan
shalatnya, bisa dipastikan ia telah menegakkan tiang agama ini (Islam).
Sebaliknya, jika shalat tidak dijalankan, sama artinya ia telah merobohkan
tiang agamanya sendiri.
Dalam
hadits Mu’adz disebutkan,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ
سَنَامِهِ الْجِهَادُ
“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak
perkaranya adalah jihad” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan
bahwa hadits ini hasan shahih. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits inihasan). Tentu saja,
jika tiang suatu bangunan roboh, akan roboh pula bangunan sekuat apapun ia
dibangun.
Kedua, shalat adalah amalan yang pertama kali akan
dihisab. Jika saja banyak orang tahu bahwa amalan pertama kali yang akan
dihisab adalah shalatnya, maka sudah tentu banyak orang yang berlomba-lomba
mengerjakan shalat. Namun, sebaliknya malah banyak orang yang meninggalkan
shalat, sebab mengira shalat hanyalah amalan biasa dan sama dengan amalan
lainnya, astaghfirullah.
Padahal
sebenarnya, amalan seseorang bisa dinilai baik buruknya dari shalatnya. Dari
Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
” إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ
مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ
فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ
الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟
فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ
عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ : ” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ
ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ ” .
“Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali akan dihisab
pada hari kiamat adalah shalatnya. Bila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan
dan keselamatan. Bila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada
yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah
apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah
tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan
lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan
lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad
2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386).
Ketiga, perkara
terakhir yang hilang dari manusia adalah shalat. Seperti kata Imam Al Ghazali,
hal yang paling ringan di akhir zaman ini adalah meninggalkan shalat. Lihatlah
fakta seharian dalam hidup kita, betapa masih banyak orang yang lebih memilih
melanjutkan pekerjaannya, meski azan pertanda waktu shalat sudah tiba.
Dari
Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا
انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ
نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ
“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali
terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus
adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad 5:
251. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid).
Hadits
ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam
diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut
Islam. Di sini Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka
kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah
shalatnya.
Dalam
riwayat lain, dari Zaid bin Tsabit, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ مَا يَرْفَعُ مِنَ النَّاسِ الأَمَانَةُ وَ آخِرُ مَا
يَبْقَى مِنْ دِيْنِهِمْ الصَّلاَةُ
“Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan
yang terakhir tersisa adalah shalat.” (HR. Al Hakim At Tirmidzi dan
disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, 2:
353).
Keempat, shalat
adalah akhir wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan
bahwa di antara wasiat terakhir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak kalian.”
(HR. Ahmad 6: 290. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih
dilihat dari jalur lainnya).
Kelima, Allah
memuji orang yang mengerjakan shalat. Jangankan dipuji oleh Allah, dipuji
presiden saja membuat seseorang merasa bangga. Lalu bagaimana jika Allah,
pencipta manusia dan alam semesta yang memujinya? Adakah pujian terbaik dan
indah yang diterima manusia selain pujian dari Allah Ta’ala? Pujian itu hanya
Allah berikan kepada hamba-Nya yang mengerjakan shalat, bukan kepada yang
selainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ
الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا (54) وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ
وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا (55)
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang
tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya,
dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat
dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.
” (QS. Maryam: 54-55).
Keenam, shalat adalah penghubung yang paling kuat
antara seorang hamba dengan Rabbnya. Taka da ikatan yang kuat bagi seorang
hamba kepada Tuhannya selain dari shalat. Itulah mengapa shalat menjadi wasilah
penting dalam menuntaskan semua masalah. Adakah hubungan yang lebih mulia
selain hubungan yang dibangun seorang hamba kepada Rabbnya melalui shalat?
Dalam sebuah riwayat
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَسَمْتُ
الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Allah
Ta’ala berfirman, “Aku membagi shalat (yaitu surat Al-Fatihah, red.) untuk-Ku
dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan untuk hamba-Ku sesuai dengan apa yang dia
minta.”
فَإِذَا قَالَ
الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى:
حَمِدَنِي عَبْدِي
Ketika
hamba berkata (yang artinya), “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”;
Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memujiku.”
وَإِذَا قَالَ:
{الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي
Ketika
hamba berkata (yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”; Allah
Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku menyanjungku.” (sanjungan yaitu pujian
yang berulang-ulang, red.)
وَإِذَا قَالَ:
{مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ
إِلَيَّ عَبْدِي
Ketika
hamba berkata (yang artinya), “Yang menguasai hari pembalasan”; Allah Ta’ala
berfirman, “Hamba-Ku memuliakanku.” Dan terkadang Allah berfirman, “Hamba-Ku
memasrahkankan urusannya kepada-Ku.”
فَإِذَا قَالَ:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ
عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Ketika
hamba berkata (yang artinya), “Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya
kepada Engkau kami meminta pertolongan”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah
antara Aku dan hamba-Ku. Dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”
فَإِذَا قَالَ:
{اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Dan
ketika hamba berkata (yang artinya), “(yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah untuk
hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.” (HR.
Muslim no. 395).
Sudah tentu masih sangat banyak kedudukan shalat dalam kehidupan seorang muslim. Di atas hanyalah beberapa saja yang bisa diangkat. Semoga Allah menanamkan keteguhan di hati kita untuk senantiasa menegakkan shalat lima waktu semata-mata hanya karena mengharap ridha Allah, wallahua’lam.
*Pemerhati masalah sosial, dan agama. Menetap di Majalengka