ICMI: Jangan Diskreditkan Pola Pendidikan Pesantren di Hari Santri Nasional

Wakil Ketua ICMI Bidang Pendidikan dan Sumber Daya Manusia, Prof. Dr. Mochammad Najib. 
(Foto by Imam Santoso) 

BASHIRAHNEWS.COM, BOGOR
— Dalam momentum peringatan Hari Santri Nasional tahun 2025, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyerukan agar semua pihak menghormati dan tidak mendiskreditkan pola pendidikan pesantren. Imbauan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua ICMI Bidang Pendidikan dan Sumber Daya Manusia, Prof. Dr. Mochammad Najib, di Jakarta, Senin (20/10).

Pernyataan ini menanggapi dua peristiwa yang menjadi sorotan publik, yakni robohnya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo dan tayangan salah satu stasiun televisi nasional yang dinilai menyudutkan kultur santri di Pesantren Lirboyo.

“Insiden robohnya salah satu bangunan di Al-Khoziny memang menyedihkan dan harus menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama dalam hal pengawasan dan peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan. Namun, kasus itu tidak boleh dijadikan alasan untuk meragukan atau merendahkan sistem pendidikan pesantren secara keseluruhan,” tegas Najib.

Najib juga menilai pemberitaan media harus berimbang dan tidak memperkeruh suasana dengan menyoroti kekurangan pesantren tanpa memberikan konteks yang menyeluruh.

“Pesantren telah terbukti menjadi pilar penting dalam membentuk karakter bangsa, menanamkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kebhinekaan. Jangan sampai satu insiden dijadikan alasan untuk menggeneralisasi dan mendiskreditkan seluruh pesantren,” ujarnya.

Menurut Najib, pesantren telah melahirkan banyak tokoh bangsa yang sukses di berbagai bidang. Mulai dari pengusaha, politisi, pejabat publik, hingga tokoh militer dan selebritas.

“Ini bukti bahwa pendidikan pesantren mampu membentuk karakter alumninya sebagai insan yang adaptif dan produktif di berbagai lini,” jelasnya.

Ia menambahkan, pola pendidikan pesantren memiliki kekhasan yang berbeda dari sistem pendidikan Barat. Oleh karena itu, menilai pesantren dengan standar budaya luar dinilai tidak adil dan berpotensi merusak nilai-nilai pendidikan nasional.

“Pola pendidikan pesantren berbeda dengan kultur pendidikan Barat. Jangan memandang sistem pesantren menggunakan perspektif budaya Barat yang serba permisif, bisa rusak bangsa ini jika begitu,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, ICMI juga mendorong pemerintah untuk memperkuat pesantren dari sisi kurikulum, kelembagaan, hingga infrastruktur. Pesantren, kata Najib, tidak hanya mencetak generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual dan sosial.

“Momentum Hari Santri ini seharusnya menjadi refleksi bersama untuk memperkuat peran pesantren dalam membangun peradaban bangsa, bukan malah melemahkannya dengan narasi-narasi yang tidak proporsional,” ujarnya.

ICMI mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan Hari Santri sebagai titik tolak memperkuat kolaborasi antara pesantren, pemerintah, dan masyarakat luas. Kolaborasi ini diharapkan dapat mewujudkan sistem pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.

Lebih baru Lebih lama