Foto : Abdullah |
“your dream
is just one percent, lalu selebihnya apa? Kerja keras, keringat,” ujar Legisan.
Dia menjelaskan
bahwa orang yang meremehkan modal dengkul itu salah, karena menurutnya modal
dengkul adalah modal keringat, yakni usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
“Don't
downgrade your dream just to fit your reality. Banyak orang tidak berani
bermimpi karena mengingat kekurangan dan keterbatasan, saya tidak percaya bahwa
setiap orang tidak di beri anugrah oleh Allah. Pasti setiap orang diberikan
kelebihan-kelebihan yang berbeda dari orang lain,” lanjut Legisan.
“Upgrade
your conviction to match your destiny. Saya belajar untuk berdoa kepada Allah
bukan sekedar ‘jangan berikan Aku beban yang berat ya Allah, tapi berikan Aku
punggung yang kuat untuk menahan beban',” sambungnya.
Legisan mengatakan
bahwa keterbelakangan umat Islam bukan karena faktor umat Islam lemah dan
tidak mengamalkan Islam, ini semua
karena grand design dari mereka yang ateis, materialisme, penganut paham sekularisme,
sehingga memposisikan Islam untuk tidak mengambil peran yang besar dalam
peradaban.
“Saya meminta
semua anak-anak pesantren ambillah peran sebesar-besarnya di negara Indonesia
ini, karena keadaan Indonesia sekarang akibat ulah dari orang-orang yang tidak
ngerti Tuhan dan orang-orang yang menyembah materialisme,” tegasnya.
Pendiri Al
Balad Foundation itu merasa bahwa sekarang ini banyak ustadz yang kurang
menjajaki dunia perusahaan untuk mengenalkan Islam, kalaupun ada tema kajiannya
masih belum beranjak kepada tema-tema yang terkait dengan menejemen Islam, organisasi
Islam, korporasi Islam dan pembangunan Islam.
Menurut Legisan
hanya ada dua institusi yang dapat merubah zaman, pertama negara, yang memiliki
otoritas bisa memaksa siapa pun untuk melakukan apapun sesuai kehendak negara.
Kedua perusahaan, karena perusahaan bisa menjadi lebih besar dari negara. Para ustadz dan da'i yang belajar di lingkungan STAI punya peluang yang lebih besar untuk bisa mengelaborasi Islam dalam tema pembangunan Islam. Dunia perusahaan merupakan ceruk pasar yang sangat lebar, dan menjadi kesempatan besar bagi para da’i untuk terjun ke sana.
Dalam kesempatan yang sama Legisan mengungkapkan bahwa para da’i harus menguasai teknologi digital yang ada untuk mendukung kepentingan dakwah, baik melalui youtube atau social media dengan menyebarkan video, flayer, quote dan sebagainya.
Selain itu para da’i juga harus berbagi peran dalam menyebarkan dakwah di daerah perkotaan dan pedesaan. Karena da'i profesional itu harus menjadi pemimpin, tidak cukup hanya menjadi penceramah saja, juga harus menjadi agen perubahan.
Dia berharap
Mahasiswa STAI Al-Fatah untuk bangkit bukan lagi menjadi agen perubahan tapi
menjadi agen pembangunan, karena berubah belum tentu ke yang lebih baik tapi pembangunan
pasti menju ke perubahan yang lebih baik.
“Mereka ini
mesti bangkit menjadi agen-agen yang bukan lagi agen perubahan tapi menjadi
agen pembangunan, sebagai agent of development, yang mesti memotori pembangunan
di masyakat yaitu pergerakan ke arah kehidupan yang lebih baik, dibidang bisnis,
ekonomi, kehidupan sosial, keluarga, kepemudaan, dan lainnya,” kata Legisan kepada tim BASHIRAHNEWS. [Fatimah]