Oleh Siti Sa'adah|Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, STAI Al- Fatah.
Banyak alasan penting yang mendasari mengapa anak mulai kita sekolahkan. Namun, tentu bukan karena ikut-ikutan atau tren agar terlihat lebih unggul. Semua harus kembali pada kepentingan perkembangan anak, bukan kenyamanan orang tua.
Alasan Tepat Anak Sekolah Dini
Sekolah batita dan balita biasanya memang dirancang khusus untuk memaksimalkan stimulasi kecerdasan anak. Inilah yang sering kali menjadi alasan awal orang tua menyekolahkan anaknya lebih dini. Langkah ini tidak salah, jelas Fitri, jika dilakukan secara proporsional, dengan memperhatikan kebutuhan utama anak sesuai usianya, seperti bermain, bernyanyi, belajar mengenal benda, dan lingkungan sekitarnya.
Alasan berikutnya, banyak orang tua yang menyadari keterbatasan mereka, baik dalam hal waktu, pengetahuan, maupun kapabilitas dalam menstimulasi kecerdasan anak. Dengan disekolahkan, orang tua berharap anak bisa belajar lebih banyak dari guru dan teman-temannya.
Didikan pengasuh yang kurang kapabel atau pergaulan lingkungan yang kurang kondusif bagi perkembangan kecerdasan juga bisa menjadi alasan tepat anak “dititipkan” ke sekolah usia dini. Paparan kata-kata dan sikap negatif dari lingkungan yang kadang tidak bisa dihindari perlu diminimalkan dalam interaksi sosial anak.
Namun, dari semua alasan tadi, orang tua harus tetap melihat apakah anaknya bahagia dan menikmati rutinitas belajarnya. Jangan paksakan jika anak tidak senang dengan kegiatan bersekolahnya.
Kapan Anak Mulai “Ditekankan” Sekolah?
Bagaimana jika di rumah anak sudah memiliki cukup teman belajar, misalnya dari orang tua, nenek, tante, yang bisa memenuhi sejumlah aspek kecerdasannya? “Jika semua bisa terpenuhi di rumah, ya tidak harus sekolah. Dengan syarat, ada orang-orang di rumah yang bisa menstimulasi kemampuan motorik, berpikir, dan bahasa anak dengan baik dan jelas,” ujar Kepala Sekolah TK Islam Al-Fatah.
Namun, ketika anak sudah berusia 4 tahun, ada kebutuhan mempersiapkan dirinya sebelum masuk sekolah dasar. Kebutuhan anak untuk berteman dan meregulasi diri di lingkungan sosialnya pun semakin besar, sehingga perlu lebih dimotivasi untuk mulai sekolah.
“Usia 4 tahun ke atas, memang sebaiknya anak mulai diikutkan dalam kegiatan reguler di TK, PAUD, playgroup atau semacamnya yang bisa dijangkau dari lingkungan rumah,” saran Fitri. Tentunya tidak harus full day. Cukup tiga kali sepekan atau tiga jam sehari belajar yang tidak membebani anak, sifatnya pun hanya stimulasi dan pembelajaran sosialisasi.
Anak di atas 5 tahun disarankan untuk mulai dimasukkan ke TK atau pendidikan sejenis, lanjut Fitri, karena anak tidak bisa terus berada di lingkungan yang tenang dan damai. Ketika masuk SD, anak akan menemui teman-temannya dengan beragam karakter. Anak yang tidak memiliki pengalaman emosional yang kaya bisa menjadi tertutup, mudah tersinggung, dan pendiam saat masuk SD.
“Anak-anak yang sekolah TK biasanya lebih siap memasuki SD. Mereka lebih kaya pengalaman sosial dan emosional, lebih bisa berkonsentrasi, memiliki regulasi diri dan kemandirian, di samping kemampuan akademisnya.”
Kiat Memilih Sekolah yang Tepat
Menentukan sekolah pertama untuk anak tentu tidak boleh sembarangan, karena ini bisa menjadi penentu apakah anak kelak akan menyukai sekolah atau tidak. Berikut saran Fitri dalam memilih sekolah usia dini yang tepat untuk anak:
- Jarak yang tidak terlalu jauh. Anak yang masih kecil perlu banyak waktu bermain.
- Sekolah yang berpihak pada perkembangan anak. Bukan yang ambisius dengan program baca-tulis yang padat atau berfokus pada perolehan piala. Jika di TK anak sudah dikejar untuk mengoleksi piala atau mengikuti kompetisi ketat, ini bisa mengarah pada orientasi belajar yang keliru.
- Pembelajaran yang menyenangkan. Perhatikan sikap guru-gurunya. Apakah mereka menyambut anak dengan wajah berseri dan penuh antusiasme? Ini penting, karena antusiasme guru dan sikap ramah membuat anak merasa diterima dan senang di sekolah.
- Program belajar. Hindari TK yang menerapkan rutinitas menulis di pagi hari dan membaca di siang hari. Itu adalah ranah pembelajaran SD. Anak-anak yang sejak dini dicecar hal ini akan cepat bosan saat sudah duduk di kelas tiga dan seterusnya, walaupun saat TK berprestasi. Bahkan, banyak yang ketika SMP mulai memberontak, sering bolos, prestasinya menurun, dan malas belajar," ungkap Fitri.
Penataan kelas/lingkungan.
Cukupkah ruang gerak untuk anak? Apakah teknik pembelajarannya bervariasi, seperti aktivitas bergerak, olahraga, bermain, atau variasi lainnya? Stimulan ini penting untuk dimensi perkembangan anak. Anak pun akan merasa senang, tertantang, dan tidak jenuh.[]
Tags:
Artikel