Ketika Menag “Samakan” Gonggongan Anjing dengan Suara Azan


Bencana yang menimpa negeri ini datang silih berganti. Ada yang berupa bencana alam seperti gunung meletus, banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, kebakaran hutan dan sederet bencana alam lainnya. Semua bencana itu bisa mengakibatkan kerugian fisik yang tak sedikit.

Di samping bencana alam, ada juga bencana lain yang mungkin tak disadari oleh sebagian manusia. Bencana itu adalah bencana yang menimpa agama dan keimanan umat Islam. Di antara bencana berupa fitnah-fitnah yang terus dihembuskan oleh orang-orang di luar Islam yang tidak senang dengan kemajuan dan keberadaan kaum muslimin. Lihat bagaimana orang-orang kafir Hindu yang dengan membabi buta menyerang kaum muslimin di India. Beberapa di antara yang dibantai adalah kaum muslimah. Betapa bengis perbuatan orang-orang Hindu itu. Lalu, di manakah suara umat Islam di belahan dunia?

Yang tak kalah hebat adalah bencana agama yang dihembuskan oleh orang Islam sendiri seperti perkataan yang sudah diucapkan oleh menteri agama Yaqut Cholil Qoumas baru-baru ini. Dalam sebuah pernyataan kemenag dia memisalkan suara azan dengan gonggongan anjing dan suara truk. Bagaimana mungkin seorang menag, bergaris ulama bisa membandingkan gonggongan anjing dengan suara azan? Sungguh itu adalah pernyataan yang telah membuat sakit hati umat muslim terutama di negeri ini.

Apakah Yaqut sebelum berbicara tidak dipikirkan lebih dahulu? Bukankah seorang muslim yang bijak, apalagi selevel menteri sudah harus lebih bijak dalam menyampaikan sebuah pernyataan. Atau memang lidahnya yang keseleo? Atau memang ada unsur kesengajaan untuk membuat semakin gaduhnya umat Islam? Wajar pada akhirnya akan melahirkan banyak sorotan di tengah masyarakat.

Sejatinya, seorang muslim itu berusaha menjadikan al Qur’an dan as Sunnah Nabinya sebagai pedoman. Bukankah Nabi SAW sudah mengajarkan, jika kita beriman kepada Allah dan hari akhir maka berbicaralah yang baik atau diam. (HR. Bukhari Muslim). Apakah Yaqut tidak hafal dengan hadis mulia Nabi SAW tersebut?

Berikut pernyataan lengkap kontroversi Yaqut yang penulis kutip dari ccnindonesia terkait edaran Menag soal penggunaan toa di masjid dan musala yang menuai kontroversi:

"Iya itu kemarin kita terbitkan edaran pengaturan. Kita tak melarang masjid musala gunakan toa, tidak. Karena itu bagian syiar Agama Islam. Tapi ini harus diatur bagaimana volume sepikernya. Toanya enggak boleh kencang-kencang, 100 db. Diatur bagaimana kapan mereka gunakan speaker itu sebelum Azan, setelah Azan. Ini tak ada pelarangan.

Aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kaya apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya.

Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak?

Apapun suara itu kita atur agar tak jadi gangguan. Speaker di musala masjid monggo silakan dipakai, tapi diatur agar tak ada merasa terganggu. Agar niat penggunaan toa dan speaker sebagai sarana dan wasilah lakukan syiar bisa dilaksanakan tanpa mengganggu mereka yang tak sama dengan keyakinan kita.

Saya kira dukungan juga banyak atas hal ini. Karena alam bawah sadar kita mengakui pasti merasakan bagaimana suara bila tak diatur pasti mengganggu. Truk itu kalau banyak di sekitar kita, kita diam di satu tempat, kemudian ada truk kiri kanan belakang kita, mereka menyalakan mesin bersama-sama kita pasti mengganggu. Suara-suara yang tak diatur itu pasti jadi gangguan buat kita. Gitu ya." 

Penulis akan tanggapi setiap paragraf dari pernyataan yang Yaqut sampaikan dalam pernyataan di atas.

Paragraf 1. "Iya itu kemarin kita terbitkan edaran pengaturan. Kita tak melarang masjid musala gunakan toa, tidak. Karena itu bagian syiar Agama Islam. Tapi ini harus diatur bagaimana volume sepikernya. Toanya enggak boleh kencang-kencang, 100 db. Diatur bagaimana kapan mereka gunakan speaker itu sebelum Azan, setelah Azan. Ini tak ada pelarangan.”

Tanggapan. Disebutkan itu (suara azan) bagian dari syiar, terus kenapa harus diatur-atur. Apakah benar mendengar suara azan yang berkumandang saling bersautan mengganggu nonis (non Islam)? Menurut saya, menag tidak harus atur sampai masalah besar kecilnya volume azan, karena masih banyak urusan lain yang perlu diatasi dan selesaikan. 

Paragraf 2. “Aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kaya apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya."

Tanggapan. Apakah masyarakat kita hari ini kurang harmonis sehingga dibuat aturan terkait suara azan agar masyarakat makin harmonis? Bukankah sudah biasa suara azan bersamaan di waktu yang sama? Bukankah menyuarakan suara toa untuk azan itu perintah Allah dan Rasul-Nya? Kalaupun sebelum azan ada masjid atau musala yang baca shalawat pakai speaker itu biasanya tidak semua masjid atau musala melakukannya? Yang bilang suara azan dan shalawat Nabi SAW itu gangguan untuk sekitarnya itu siapa Pak Yaqut?? Adakah umat nonis yang sudah pernah merasa terganggu dengan kedua suara tersebut?

Paragraf 3. “Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak?

Tanggapan. Pernyataan dalam paragraf ketiga ini lebih tidak masuk akal lagi. Perhatikan, “kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali…”  Pertanyaan saya, pernahkah pak Yaqut melihat ada toa bunyi lima kali sehari di Gereja (Kristen), Pura (Hindu), Vihara (Budha), Kelenteng (Konghucu).

Lalu yang lebih parah lagi tersirat dalam pernyataan selanjutnya masih dalam paragraf yang sama Yaqut mengatakan tetangga depan belakang pelihara anjing semua dan menggonggong dalam waktu bersamaan, apakah kita enggak terganggu? Ini adalah pernyataan tergesa-gesa dan merendahkan; diri sendiri disadari atau tidak juga telah suara azan yang biasa dikumandangkan seorang muslim saat waktu shalat wajib tiba.

Sungguh, sampai pada paragraf ini, Yaqut terlalu ceroboh memisalkan suara azan melalui toa dengan gonggonan anjing, binatang yang najis. Sebaiknya, Yaqut beristighfar dan bertobat kepada Allah Ta’ala lalu minta maaf secara tulus kepada seluruh umat Islam terutama umat Islam negeri ini karena sudah mengeluarkan pernyataan yang melukai hati umat.

Paragraf 4. “Apapun suara itu kita atur agar tak jadi gangguan. Speaker di musala masjid monggo silakan dipakai, tapi diatur agar tak ada merasa terganggu. Agar niat penggunaan toa dan speaker sebagai sarana dan wasilah lakukan syiar bisa dilaksanakan tanpa mengganggu mereka yang tak sama dengan keyakinan kita.”

Tanggapan. Pertanyaan saya sekali lagi, apakah speaker yang ada di musala dan masjid-masjid seluruh Indonesia sampai hari ini pemakaiannya tidak diatur sehingga harus diatur-atur oleh kemenag? Dan apakah suara azan diseluruh musala dan masjid di Indonesia ini Yaqut anggap mengganggu umat beragama selain Islam?

Terlalu jauh jika suara azan saja sampai dianggap nanti mengganggu keyakinan agama lain. Bukankah umat Islam di negeri ini mayoritas? Jadi tentu sangat wajar jika suara toa itu saat azan saling bersautan satu sama lain.

Paragraf 4. “Saya kira dukungan juga banyak atas hal ini. Karena alam bawah sadar kita mengakui pasti merasakan bagaimana suara bila tak diatur pasti mengganggu. Truk itu kalau banyak di sekitar kita, kita diam di satu tempat, kemudian ada truk kiri kanan belakang kita, mereka menyalakan mesin bersama-sama kita pasti mengganggu. Suara-suara yang tak diatur itu pasti jadi gangguan buat kita. Gitu ya."  

Tanggapan. Hanya setan saja yang tidak senang dan akan terganggu mendengar suara azan. Dalam pernyataan paragraf terakhir itu, Yaqut memisalkan suara azan dengan suara truk. Bisa jadi nanti setelah suara azan di atur lalu nanti akan muncul aturan-aturan lain seperti melarang suara orang mengaji dengan toa, melarang orang ceramah dan sederet larangan lain.

Kesimpulan saya, untuk Bapak Yaqut yang terhormat, belajarlah lebih bijak lagi dalam menyampaikan sebuah pernyataan. Ingat pepatah, mulutmu adalah harimaumu. Jadi, jangan sampai niat sampean baik tapi disampaikan dengan kalimat yang kurang bijak bisa melukai hati umat.

Anda sebagai menag, sudah saatnya lebih banyak melakukan pembelaan-pembelaan terhadap umat negeri ini khususnya. Masih banyak tugas besar dan berat lain yang harus diselesaikan sebelum masa jabatan itu berakhir. Masih banyak dari generasi muda Islam ini yang perlu diperhatikan dan dibantu dalam bidang pendidikannya.

Masih banyak dari umat Islam ini yang perlu ditingkatkan lagi akidahnya sehingga tidak mudah goyah saat ada orang dari agama lain yang mencoba menawarinya sekardus indomi untuk pindah agama. Masih banyak tugas-tugas yang lebih penting harus segera diselesaikan dari sekedar mengatur suara azan di musala dan masjid.[BA]
Lebih baru Lebih lama