Oleh Zidan Taqwa | Mahasiswa STAI Al Fatah Cileungsi, Bogor
The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), organisasi internasional PBB yang menangani bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, menyebutkan bahwa minat baca orang Indonesia sangat kurang. Data ini bisa kita terima apabila “Indonesia Krisis Membaca" tersebut ditujukan untuk minat baca buku, panduan, dan lain-lain. Sedangkan apabila diartikan membaca secara keseluruhan, Indonesia memiliki minat baca yang sangat tinggi, namun sayangnya masyarakat ini mendiami ruangan yang salah.
Cepatnya penyebaran informasi di abad 21 ini, tidak dapat menyaring mana yang benar dan mana yang salah, masyarakat Indonesia kebanyakan sudah mahir dalam menggunakan teknologi informasi, namun masih awam terhadap pemahaman dan sikap dalam menerima informasi-informasi. Masyarakat Indonesia yang masih mengedepankan percaya daripada fakta menjadikan sikap mereka yang cenderung subjektif, apabila menerima suatu informasi mereka lebih menelaah dengan “percaya” dan “perasaan”, dibandingkan melihat sisi kebenarannya dengan mencari sumber-sumber dan referensi-referensi lebih lanjut mengenai informasi yang ia dapat sebelumnya.
Penyebaran informasi ini diperkuat dengan grup-grup keluarga yang asal share info-info tersebut, yang mana membuat objek share mengira bahwa ini adalah sumber terpercaya karena mendapatkannya dari saudara-saudaranya tercinta, dan kebiasaan ini pun menjadi budaya di beberapa kalangan kekerabatan.
Sisi subjektif yang bervariasi membuat masyarakat seringkali meributkan soal pendapat-pendapat pribadi yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan, informasi yang memerlukan fakta yang aktual mengharuskan kita sebagai penerima informasi mencari sumber-sumber fakta agar kita tahu dan sepakat mengeni status informasi tersebut, apakah hoaks atau fakta.
Seperti beberapa waktu lalu, tidak sedikit orang yang tidak mempercayai adanya Covid-19 dan menyebutkan bahwa berita-berita tentang ratusan korban wabah itu tidak benar. Sikap pemikiran yang tidak berdasarkan fakta ini menyebabkan egoisme dan membantu virus ini menyebar lebih luas lagi.
Pentingnya sikap yang benar dalam menerima informasi dan mengemukakan pendapat perlu diperhatikan lagi bagi masyarakat Indonesia, berpendapat dan kritis terhadap suatu objek pembahasan adalah sesuatu yang boleh dan tidak dilarang, namun pada hal menyebabkan kerugian bagi banyak pihak. Sikapilah suatu informasi dengan baik dan berpendapatlah yang bijak.
Jadi yang harus dilakukan ketika menerima informasi terbaru dan belum diketahui kepastiannya adalah mencari tahu terlebih dahulu sumber-sumber yang menguatkan kebenaran informasi tersebut, dan berhentilah untuk membiasakan budaya “asal share”, ketika menerima informasi kita setidaknya harus sadar apakah informasi ini masuk akal atau tidak, kalau tidak maka sebaiknya ditinggalkan atau dibiarkan terlebih dahulu, mengapa? Karena untuk mencegah terjadinya kecemasan atau keheranan di tengah masyarakat.
Bisa kita lihat dari sebelum-sebelumnya, informasi yang bersifat sangat aneh atau diluar nalar seringkali menimbulkan keresahan pada masyarakat yang seharusnya tidak perlu terjadi. Misalnya beberapa tanda alam yang jarang terjadi dikaitkan dengan hal hal yang berbau mistis bahkan dulu ada yang sampai dikaitkan dengan kiamat.
Masyarakat bisa mencari sumber-sumber terpercaya yang termasyhur dan terbukti, dan mencari tahu apakah sumber-sumber tersebut membuat berita terkait hal yang kita pertanyakan, dan apabila terdapat informasi yang kita cari itu ada pada media-media terpercaya tadi, maka kemungkinan besar informasi itu benar. Namun bila ingin menyebarkannya, lebih baik sebarkanlah informasi yang berasal dari sumber-sumber terpercaya itu, jangan sampai kita hanya mendapatkan informasi dari blog-blog pribadi, atau situs mencurigakan yang mengedepankan clickbait. Dan biasanya, kurangnya pemahaman akan “permainan” di dunia teknologi informasi ini menjadi salah satu faktor utama mengapa sangat mudahnya masyarakat menelan mentah-mentah informasi yang mereka dapatkan dan bahkan menyebarkannya kepada saudara dan keluarga.
Poin penting yang harus diperhatikan dan harus berhati-hati adalah hal-hal yang terkait dengan SARA, contohnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menulis dan menyebarkan informasi-informasi tidak benar tersebut, seringkali mereka “menjual” agama untuk keuntungan pribadi yang merugikan banyak pihak, dan sayangnya banyak orang yang percaya akan informasi tersebut, karena tertipu dengan olahan kata yang ditaburi dengan agama.
Salah satu cara untuk menghentikan budaya buruk tersebut adalah dengan kita masing-masing berhenti untuk mengikuti topik-topik yang sekiranya kurang atau tidak penting, atau juga yang dapat mengundang konflik. Biasanya masyarakat menyukai topik-topik yang berkaitan dengan tokoh atau artis yang mereka suka, kegiatan seperti ini tidak salah dilakukan, namun berlebihan di dalamnya tentu tidak baik, karena orang-orang tak bertanggung jawab itu selalu memanfaatkan keadaan seperti ini untuk keuntungan mereka pribadi.[]