Edible Vaccine, Peneliti Kembangkan Vaksin Tidak Disuntikan Namun Dapat Dimakan

Foto:Google

Oleh Iim Ismaya | mahasiswi prodi Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia

PARA peneliti mengembangkan vaksin sebagai salah satu upaya untuk melawan pandemi covid-19 yang sejak dua tahun terakhir belum reda melanda dunia, Program vaksinasi ini terus digencarkan diberbagai negara untuk memberikan perlindungan dari infeksi virus tersebut.

Banyak vaksin dikembangkan dalam bentuk cairan yang disimpan dalam vial kaca, untuk kemudian disuntikan ke tubuh penerima vaksin. Salah satu vaksin yang sudah digunakan yaitu CoronaVac yang dikembangkan oleh perusahaan Sinovac Biotech Ltd asal Tiongkok. Kemudian vaksin lain yang sudah digunakan yaitu vaksin Pfizer dan Moderna yang harus disimpan dalam suhu rendah.

Berbeda dengan peneliti di Uzbekistan, dikutip dari Anadolu Agency (27/8/21) sejak awal tahun 2021 para peneliti dari Pusat Genomik dan Bioinformatika di Academy of Sciences Uzbekistan mengembangkan vaksin covid-19 tidak disuntikan namun dimakan karena berupa tomat. Hal ini menarik perhatian karena bisa menjadi salah satu solusi untuk orang-orang yang takut atau bahkan fobia dengan jarus suntik.

Vaksin yang dapat dimakan atau Edible vaccine

Pada tahun 1998, Charles Arntzen dan para peneliti Universitas Maryland di Baltimore berhasil menyisipkan vaksin dari toksin E. Coli ke dalam tanaman kentang. 11 orang dewasa mengkonsumsi kentang transgenik tersebut kemudian sampel darahnya diperiksa, 10 dari 11 orang dewasa tersebut mengalami peningkatan kadar antibodi yang menunjukkan efektivitas penggunaan vaksin tersebut dalam meningkatkan kekebalan tubuh. Pada tahun 1990, edible vaccine ini pertama kali dilaporkan dan dipatenkan secara internasional.

Dalam artikel yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Edible vaccine adalah tanaman yang di rekayasa secara genetik untuk memproduksi vaksin sebagai produk pertanian dalam bentuk buah dan sayuran. 

Tanaman ini disisipi gen yang memproduksi protein sebagai epitop suatu penyakit yang bila masuk ke dalam tubuh kita dapat berfungsi sebagai vaksin. Dengan model ini tanaman berfungsi sebagai pabrik yang memproduksi vaksin berupa buah atau sayur yang dapat dikonsumsi secara langsung.

Pada artikel tersebut juga disebutkan terkait berbagai tanaman yang telah diuji coba untuk ditransformasi menjadi vaksin edible. Tanaman tersebut diantaranya ialah pisang, kentang, tomat, selada, dan padi yang merupakan tanaman yang umum dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Beberapa tanaman lain seperti apel juga sedang diuji untuk lebih memperluas jangkauan vaksin ini.

Perkembangan vaksin covid-19 yang dapat dimakan

Menguti Daily Sabah (27/8/21), para peneliti mengkloning bagian mahkota dari virus corona yang terdeteksi di negara tersebut dan menempatkannya di sel tumbuhan, dan sebagai hasilnya, sel tumbuhan ini akan bertindak sebagai vaksin. Zabardast Buriyev, wakil direktur Pusat Genomik dan Bioinformatika mengatakan bahwa studi ilmiah tentang vaksin ini dimulai pada Januari, dan eksperimen pada hewan terus berlanjut. Tahap uji klinis akan dimulai segera setelah percobaan hewan selesai.

Selain di Uzbekistan, berbagai negara seperti Rusia dan Kanada juga mengembangkan vaksin yang bentuknya dapat dimakan. Dikutip dari Arynews.tv, Institute of Experimental Medicine di Saint Petersburg (Rusia) telah mengumumkan rencananya untuk menyelesaikan dalam satu tahun uji praklinis vaksin yang dapat dimakan untuk melawan virus corona yang memiliki rasa yang mirip dengan ‘riazhenka’ sejenis yogurt susu. Alexander Dmitriev, direktur Insitut tersebut mengatakan bahwa studi praklinis dari vaksin berbasis yogurt sudah berlangsung dan dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Kelebihan vaksin yang dapat dimakan

Dari artikel yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, adanya teknologi edible vaccine menjawab sebagian persoalan dalam penggunaan vaksin konvensional. 

Sebagaimana diketahui, produksi vaksin selama ini dianggap sangat mahal dan berteknologi tinggi, memerlukan pemurnian dan penyimpanan dalam suhu dingin, sehingga menghambat dalam produksi dan pendistribusiannya di negara-negara berkembang. Dalam aplikasinya yang menggunakan jarum suntik telah memberikan kesulitan tersendiri terutama di tempat-tempat yang kekurangan tenaga medis dan bagi orang dewasa dan anak-anak yang takut atau bahkan fobia dengan jarus suntik.

Dengan adanya edible vaccine ini, diharapkan akan meningkatkan keberhasilan vaksinasi karena produksi yang lebih efisien, mudah diproduksi secara besar-besaran tanpa teknologi tinggi, lebih mudah didistribusikan karena lokasi produksi (penanaman) lebih dekat, tidak memerlukan penyimpanan pada suhu dingin, dan aplikasi di lapang lebih mudah khususnya untuk orang dewasa dan anak-anak yang takut atau bahkan fobia dengan jarus suntik karena cukup dengan memakan makanan yang biasa dimakan.[]


Yuharriska

Jurnalis Bashirah Media

Lebih baru Lebih lama