Merenungi Ayat-Ayat Allah


Oleh Ahmad Soleh S.Pd.I, M.A | Ketua STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor

ALLAH SWT menciptakan sesuatu memiliki maksud yang terang dan tujuan yang jelas. Tidak ada yang diciptakan-Nya dengan tujuan main-main dan maksud sendagurau. Langit dan bumi, manusia dan jin serta makhluk-makhluk renik sekalipun diciptakan dengan kebenaran, jauh dari kebatilan.

Begitu pula dengan setiap peristiwa alam, ia merupakan kalimat yang harus dibaca walau tidak tersusun dari kata dan aksara. Angin yang bertiup, gelombang air laut pasang atau ombak yang besar memiliki maksud, makna dan terjemah yang dalam.

Pernyataan ini diakui oleh Ulul Albab, orang-orang yang hati dan lisannya selalu mengingat Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring, kemudian mereka menggunakan nalar yang lurus dan akal sehatnya dalam memperhatikan, merenungi serta mendalami ciptaan-ciptaan Allah Yang Maha Agung itu.(QS. Ali Imron [3] : 190-191).

Ayat-ayat lain bertebaran dalam Al-Qur’an yang menunjukkan urgensi merenungi penciptaan langit dan bumi serta menegaskan adanya hikmah dalam penciptaan langit dan bumi. Banyak ibrah melingkupi penciptaan makhluk-Nya, tidak sedikit pelajaran mengelilingi perjalanan malam dan pergeseran siang. Semua sunnah yang mengakibatkan tata surya ini bergerak teratur tidaklah mengandung kebatilan.

Matahari tenggelam di kala senja digantikan dengan munculnya rembulan di malam hari, perputaran bumi pada porosnya dan evolusi planet itu, yang sesuai dengan hukum-Nya tidak luput dari lingkupan Kekuasaan dan Rahasia-Nya. Menafikkan (meniadakan) hikmah dalam penciptaan itu merupakan sikap dan dugaan orang-orang kafir yang tidak sepatutnya dimiliki oleh umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam karena dianggap menolak ayat-ayat Allah. Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka yang apinya menyala-nyala. (QS.Shaad [38] : 27).

Allah SWT menyiapkan siksa neraka bagi orang-orang yang tidak menggunakan potensi indera yang dikaruniakan-Nya kepada mereka untuk membaca ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat Al-Qur’an (ayat Qur’aniyah) maupun ayat-ayat alam (ayat Kauniyah). (QS.Al-A’raf [7]: 179).

Penciptaan Adam dan anak cucunya, jin dan keturunannya, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta berbagai makhluk lain di jagat raya ini, dipenuhi tanda-tanda Keagungan Allah SWT. Dia menciptakan itu semua tiada lain agar mereka hanya tunduk, menyerah dan merendahkan diri, sujud dan mengabdi kepada Allah. Penolakan terhadap segala perintah Allah hanya akan mengundang azab-Nya. (QS.Al-Hajj [22] : 18).

Pengabdian mereka bisa diamati pada waktu-waktu istimewa. Ayam jantan di kampung-kampung yang berkokok waktu sahur seolah membangunkan hamba-Nya bernama manusia, untuk bersegera menyambut nuzul Rabbina ke langit dunia. Seakan ayam itu merasa terpanggil untuk berdzikir bersama manusia pada saat yang lain sedang terlelap dibuai mimpi. Manusia akan diberi ketika meminta kepada-Nya saat fajar shidiq belum menampakkan dirinya dan akan diampuni dosa-dosanya saat memohon ampunan-Nya di waktu itu. (QS.Ali Imran [3] : 16-17).

Rasulullah SAW menyatakan hal itu dalam hadits bersanad Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Tuhan kita Tabaroka wa Ta’ala turun tiap malam ke langit dunia ketika sepertiga malam akhir, (Dia) berfirman: “Siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Aku penuhi baginya dan siapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengam-puninya.” (HR. Bukhari).

Di pagi hari, menjelang matahari terbit di ufuk timur, burung-burung yang ada di ranting-ranting tanaman kebun dan dahan-dahan pepohonan hutan, mulai memperlihatkan keindahan suaranya seolah menyambut kehadiran mentari, mengagumi kedatangan pagi, berdo’a dan bertahlil serta bertasbih memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitu pula roman gunung yang terlihat sejuk di waktu pagi dan air wajahnya yang cerah di siang hari, seolah mereka begitu tulus dalam memenuhi perintah-Nya. Walau kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana sesungguhnya mereka, makhluk-makhluk Allah itu menyucikan Nya. (QS. Saba [34] : 10). 

Begitu juga para malaikat, selalu menyucikan Allah dalam setiap keadaan, siang dan malam. Saat Allah akan menciptakan manusia, para malaikat sempat meragukan manusia apakah mereka dapat menyucikan Allah atau bahkan "mengotori"-Nya dengan menumpahkan darah sesamanya serta berbuat kerusakan di muka bumi.

Allah menegaskan, "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".  (QS. Al-Baqarah [2]: 30).

Wallahu A’lam.

Lebih baru Lebih lama