Mau Berumah Tangga, Perhatikan Nasehat Ini



Oleh Bahron Ansori

Membangun rumah tangga, tak semudah membalik telapak tangan. Seorang pria muslim, yang hendak membangun sebuah mahligai rumah tangga hendaknya bisa memperhatikan beberapa nasehat berikut ini.


Pertama, memilih istri yang tepat. Karena menikah itu bukan asal nikah, maka seorang lelaki muslim sebelum menikah sudah seharusnya memilih siapa wanita yang tepat menurutnya.


Allah berfirman yang artinya, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (Qs. An-Nur: 32).


Seorang lelaki seharusnya memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut, "Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana)." Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.


Mengapa harus memilih wanita shalehah? Sebab wanita shalehah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Dunia semuanya adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim, 1468).


Pria muslim sebisa mungkin mencari calon istri shalehah. Sebab memiliki istri shalehah setidaknya bisa menolongnya kelak dalam persoalan akhirat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat".


Hadits riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami', hadits no. 5231


Dalam riwayat lain disebutkan, "Dan isteri shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia." Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'ab  dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami', hadits no. 4285.


Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat." Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa 'ul Ghalil, "Hadits ini shahih", 6/195.


Ada yang bertanya, mana yang lebih baik, menikah gadis atau janda? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit (qana'ah)." Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623.


Dalam riwayat lain disebutkan, "Lebih sedikit tipu dayanya." Sebagaimana wanita shalehah adalah salah satu dari empat sebab kebahagiaan, maka sebaliknya wanita yang tidak shalehah adalah salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits shahih.


Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalehah, engkau memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa aman dengan dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu." Hadits riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash- Shahihah, hadits no. 282.


Sebaliknya, seorang wali perlu memperhatikan dengan seksama keadaan orang yang meminang wanita muslimah tersebut, baru mengabulkannya setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.


Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar." Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah,  hadits no. 1022.


Hal-hal di atas perlu dilakukan dengan misalnya bertanya, melakukan penelitian, mencari informasi dan sumber-sumber berita terpercaya agar tidak merusak dan menghancurkan rumah tangga yang bersangkutan."


Laki-laki shalih dengan wanita shalihah akan mampu membangun rumah tangga yang baik, sebab negeri yang baik akan keluar tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang negeri yang buruk tidak akan keluar tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.


Kedua, upaya memperbaiki isteri. Bila isteri adalah wanita shalehah maka inilah kenikmatan serta anugerah besar dari Allah Ta'ala. Jika tidak demikian, maka kewajiban kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan bagi istrinya.


Hal itu bisa terjadi karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak semula ia memang menikah dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena laki-laki tersebut dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau ia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak ia bisa memperbaikinya, atau karena tekanan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini ia harus benar-benar berusaha sepenuhnya sehingga bisa melakukan perbaikan.


Suami juga harus memahami dan menghayati benar, bahwa persoalan hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allah-lah yang memperbaiki. Dan di antara karunia Allah atas hamba-Nya Zakaria adalah sebagaimana difirmankan yang artinya, "Dan Kami perbaiki isterinya." (Qs. Al-Anbiya': 90).


Perbaikan itu baik berupa perbaikan fisik maupun agama. Ibnu Abbas berkata, "Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak bisa melahirkan maka Allah menjadikannya bisa melahirkan." Atha' berkata: Sebelumnya, ia adalah panjang lidah, kemudian Allah memperbaikinya."  


Langkah-langkah memperbaiki istri  


Pertama, yang harus diperbaiki seorang suami adalah tauhid istrinya. Tauhid adalah persoalan penting karena jika tauhidnya lurus, maka insya Allah akan lebih mudah memperbaiki yang lainnya.


Kedua, memperhatikan dan meluruskan berbagai macam ibadahnya kepada Allah Ta'ala. Ajarkan istri cara beribadah yang benar sesuai tuntunan Allah dan Rasulnya. Artinya tugas seorang suami adalah memahamkan ilmu tentang ibadah kepada istrinya. Sebab ibadah tanpa ilmu hanya akan melahirkan kesia-siaan semata.


Ketiga, upaya meningkatkan keimanan istri, misalnya dengan menganjurkannya bangun malam untuk shalat  tahajjud, membaca Al Qur'anul Karim, menghafalkan dzikir dan do'a pada waktu dan kesempatan tertentu, menganjurkannya melakukan banyak sedekah.


Termasuk juga menganjurkannya membaca buku-buku Islami yang bermanfaat, memilihkan teman-teman wanita shalehah baginya sehingga bisa menjalin ukhuwah yang kuat, saling bertukar pikiran dalam masalah-masalah agama serta saling mengunjungi untuk tujuan yang baik serta menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya. [] 

Lebih baru Lebih lama