Foto: Google |
Oleh Ristvi Humairo |mahasiswi prodi Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia
AKHIR-AKHIR ini kasus kekerasan seksual menjadi berita panas yang dibicarakan di Indonesia bahkan menjadi top nasional.
Salah satunya yaitu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan kemarin. Berkedok guru agama, tetapi berkelakuan bejad menghamili beberapa gadis belia bahkan hingga melahirkan. Lantas, bagaimana jika pelaku tidak mengaku melakukan tindak kriminal berupa kekerasan seksual?
Ilmu forensik hadir untuk menegakkan hukum dalam menguak dan menjelaskan suatu kasus atau kejahatan secara ilmiah. Forensik merupakan aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu lainnya yang terkait dalam suatu penyelidikan untuk memperoleh data-data (ante mortem dan post mortem) dalam mengungkap suatu kasus kriminal atau mengungkap identitas orang-orang terkait. Selain pembunuhan, kasus pemerkosaan pun dapat diungkapkan oleh ilmu forensik ini.
Bagaimana forensik bisa mengungkap kasus kekerasan seksual khususnya pemerkosaan?
Ketika terjadi pemerkosaan, yang pertama kali dicari oleh kepolisian di Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah jejak biologis pelaku. Dari jejak biologis ini, dapat diambil sampel DNA untuk dianalisis apakah benar tersangka ada di TKP pada saat kejadian. Secara umum, sampel DNA dapat diambil dari segala jenis jaringan maupun cairan dalam tubuh, seperti saliva, darah, keringat, kulit, dan lain-lain.
Sedangkan secara khusus, sampel DNA yang dapat diambil dari kasus pemerkosaan dapat berupa cairan vagina dan sperma pelaku yang sudah bercampur. Selain itu, sampel DNA juga dapat diambil dari barang-barang yang terkena sentuhan pelaku atau barang-barang yang dipakai pelaku karena barang tersebut bisa jadi mengandung keringat atau cairan tubuh lainnya yang menempel.
Analisis DNA forensik ini dapat diidentifikasi siapa pelaku secara pasti. Keakuratan uji DNA memiliki persentase hampir 100%. Probabilitas untuk kecocokan yang bersifat kebetulan, antara dua profil DNA individu yang tidak terkait, adalah 1 : 1.000.000.000.
Artinya, Semakin kecil probabilitasnya, semakin besar kemungkinan kedua sampel DNA tersebut berasal dari orang yang sama. Atau dapat dibilang, jika probabilitasnya sangat kecil, maka kedua sampel berasal dari orang yang sama atau kebetulan yang sangat tidak mungkin terjadi. Maka tidak mungkin seseorang dengan seseorang lainnya memiliki untai DNA yang sama sehingga analisis DNA forensik ini merupakan bukti ilmiah yang sulit untuk dipatahkan.
Pemeriksaan DNA forensik untuk kasus pemerkosaan umumnya dilakukan dengan analisis Short Tandem Repeat (STR) pada DNA inti atau STR autosom. Inilah keuntungan digunakannya lokus STR terkait-Y bahwa urutan spesifik untuk kromosom Y pasti berasal dari laki-laki.
Setelah hasil tes DNA keluar, tahap selanjutnya yaitu membandingkan hasil tes DNA dari sampel DNA tersangka dengan sampel DNA yang diambil dari TKP (bukti-bukti). Jika profil DNA menujukkan profil yang identik maka kemungkinan besar tersangka merupakan pelaku.
Teknologi DNA ini merupakan suatu bukti yang lebih pasti dapat menghubungkan keterkaitan seseorang maupun mengecualikan seseorang dalam suatu kasus kriminal.[]