Oleh Siti Aisyah (Mahasiswa STAI AL FATAH Bogor)
Masih Ingatkah kalian pada gambar dua pulau di balik uang rupiah pecahan seribu? Jika pada gambar depan terlihat sosok Pahlawan Pattimura yang berasal dari Maluku, maka dua pulau yang berada di belakang gambar itu juga merupakan bagian dari Maluku, yakni Maluku Utara, yang di bawah gambar terdapat keterangan bahwa nama kedua pulau itu adalah pulau Maitara dan Tidore. Pulau yang memiliki peranan sejarah cukup besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Tidore merupakan salah satu kota kepulauan di Maluku
Utara. Lokasinya yang bersebrangan dengan ibu kota provinsi itu menjadikannya
mudah diakses dan diperhitungkan keberadaannya. Masyarakat yang masih memegang
kental adat dan budaya islamnya, menjadikan Kota Kepulauan ini memiliki ciri
khas dan aturannya tersendiri, yang hingga saat ini masih terjaga peninggalan
serta nilai-nilai leluhurnya.
Untuk menuju tanah bersejarah tersebut, kita harus
menyebrang dari Pelabuhan Bastiong Ternate menuju Pelabuhan Rum Tidore. Dua
pelabuhan yang cukup sibuk melayani para penumpang untuk menyebrang dari satu
pulau ke pulau lain. Dan hanya dengan akses melalui jalur lautlah kita dapat
menuju pulau itu, bisa dengan menggunakan speedboat atau pun kapal ferry.
Perjalanan yang memakan waktu cukup banyak, tak
menjadikan kita jenuh selama diperjalanan, pemandangan alamnya benar-benar
membuat kita takjub melihatnya. Merasakan udara perkampungan pesisir membuat
diri kita merasa tenang dan damai. Rasanya bersyukur sekali, alam Indonesia
sungguh luar biasa indah. Aku sendiri sampai terkagum-kagum dan benar-benar
merasa bersyukur akan semua karunia yang diberikan Allah, membuat diri
termenung dan diam menikmati indahnya pesona alam yang ku lihat selama
perjalanan.
Selamat datang di Kota Kepulauan Tidore! Pulau yang menyimpan banyak sejarah, cerita, kenangan dan keunikannya tersendiri. Pulau yang hingga saat ini masih memegang nilai-nilai adat yang ketat, menjadikannya berbeda dari pulau-pulau lain disekitarnya. Salah satu nilai budaya yang akhirnya dapat menjaga pulau ini dari intervensi Cina yakni, terlarangnya orang-orang Cina untuk menetap lebih dari tiga hari di Tidore.
Bukan hanya
untuk orang Cina, akan tetapi non-muslim yang ingin menetap lebih dari tiga
hari pun, jika ketahuan masyarakat sana yang masih memegang nilai budaya yang
kuat, maka akan diberikan sanksi pengusiran, atau lebih parahnya yakni dibunuh.
Akan tetapi belum pernah ada kisahnya yang sampai dibunuh, paling hanya sebagai
bentuk ancaman saja.
Sebagai bagian dari Jazirah Al-Mulk. Sejarah Tidore pun
sangat menarik untuk ditelusuri, beberapa peninggalan yang hingga saat ini
masih tersimpan rapi di kedaton sultan dan benteng-benteng bangsa Eropa yang
masih berdiri kokoh, membuktikan bahwa dahulu kala Pulau ini memiliki kekayaan
alam yang luar biasa menarik perhatian bangsa luar untuk datang ke pulau kecil
di timur Indonesia itu. Tak luput peran Kerajaan Tidore yang juga ikut andil
cukup besar menyebarkan nilai-nilai islam ke wilayah timur Indonesia serta
memperjuangkan kemerdekaan bangsa melawan kolonial asing saat itu.
Pernah menjadi kerajaan islam yang kekuasaannya meliputi
hampir seluruh kawasan di wilayah timur Indonesia yang juga sampai Papua,
membuat nama Tidore cukup terkenal dan bahkan pernah menjadi ibu kota untuk
wilayah timur Indonesia. Pahlawan terkenal yang paling berjasa dan sampai kini
namanya pun terkenang, yaitu Sultan Nuku. Sultan yang memiliki pengaruh dan
bijaksana ini meninggalkan kisah perjuangan sultan yang luar biasa hebat.
Sampai-sampai masyarakat sana pun mengenang jasa-jasa beliau dengan membuat
lagu berbahasa Tidore dan mengadakan festival Nuku setiap beberapa tahunnya.
Memiliki catatan sejarah tersendiri membuat masyarakat dan pemerintah di sana selalu memperingati hari jadi Kota Kepulauan ini dengan berbagai macam adat dan istiadat yang masih berlaku hingga saat ini. Tahun ini, Tidore yang menjadi bagian dari Maluku Utasa sudah menginjak usia ke-910 tahun. Sembilan abad lamanya.
Memperingati hari jadi kota kepulauan ini biasa
dilaksanakan pada bulan April dengan berbagai kegiatan adat atau pun festival
yang ditampilkan dalam menyambut hari jadi Tidore setiap tahunnya. Maka
saranku, jika ingin berkunjung dan melihat secara langsung kegiatan adat apa
saja yang ada di Tidore, berkunjunglah ke sana pada waktu-waktu tersebut, yakni
antara akhir bulan Maret hingga pertengahan April. Karena masyarakat pun akan
suka cita menyambut hari jadi kota yang terkenal dengan cengkeh dan palanya
tersebut, masyarakan akan tumpah ruah memenuhi jalan-jalan yang ada di Tidore.
Melihat langsung pengalaman tersebut akan menjadi pengalaman yang sulit tuk
dilupakan.
Sayangnya, aku sendiri pun belum pernah merasakan secara langsung euphoria kebahagiaan berada ditengah-tengah masyarakat sana saat menyambut hari jadi Tidore. Mendengar cerita dari sanak saudara dan menontonnya di hp membuatku bertekad bahwa suatu saat nanti aku pun bisa melihat dan merasakannya secara langsung kegiatan tersebut.