Untukmu Para Perokok



Oleh Abu Khansa HJ


Sebagian muslim masih ada yang menganggap rokok adalah hal mubah dan diperbolehkan. Jika dibahas masalah rokok, tak jarang ujung-ujungnya berakhir dengan ungkapan, “Ini urusan saya. Kalaupun saya sakit, ya urusan saya. Mengapa Anda yang pusing. Urus saja urusan Anda!” Sebuah jawaban ketus yang menggambarkan keangkuhan jiwa.

 

Tulisan singkat ini sekedar nasihat kepada saudara sesama muslim yang masih merokok. Jika ada saudara muslim mau menerimanya dengan ikhlas lalu meninggalkan rokok, syukur Alhamdulillah. Namun jika nasehat ini dianggap angina lalu, maka Allah maha menyaksikan bahwa hamba yang dhaif (lemah) ini sudah menyampaikan.

 

Sejatinya, agama mulia ini penuh dengan nasehat demi nasehat. Sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa agama Islam ini adalah nasehat. Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad Dary radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami berkata, “Untuk Siapa ya Rasulullah?”

 

 

Nabi bersabda, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para imam kaum muslimin dan orang-orang umum dari mereka.” (HR. Muslim. Li-hat Imam an Nawawi, Riyadhus Shali-hin, Bab Fi An Nashihah, hal. 72).

 

 

Inilah sekelumit nasehat yang bisa disampaikan kepada seluruh umat Islam, termasuk para da’i, atau imam masjid, yang masih terbelenggu dengan rokok. Untuk mereka yang mencari ketenangan dengan merokok (padahal seorang mukmin mencari ketenangan melalui dzikir dan shalat).

 

 

Untuk mereka yang tengah mencari kejelasan dan kebenaran. Untuk mereka yang merasa dengan merokok menambah rasa percaya diri (padahal rasa percaya diri itu Allah yang menanamkan karena takut kepada Allah. Untuk semua saudaraku yang masih menjadikan rokok sebagai sebuah perdebatan.

 

 

Risalah ini untukmu Saudaraku

 

 

Risalah ini sebagai salah satu bentuk upaya untuk menyelamatkan saudara sesama muslim khususnya dan umat manusia umumnya.

 

 

Dalam rangka menyelamatkan umat manusia, khususnya umat Islam, dari bahaya rokok, serta bahaya para propagandis (pembela)nya dengan ketidakpahaman mereka tentang nash-nash syar’i (teks-teks agama) dan qawaidusy syar’iyyah (kaidah-kaidah syariat).

 

 

Atau karena hawa nafsu, mereka memutuskan hukum agama karena perasaan dan kebiasaannya sendiri, bukan karena dalil-dalil al Quran dan as Sunnah, serta aqwal (pandangan) para ulama Ahlus Sunnah yang muktabar (yang bisa dijadikan rujukan).

 

 

Lantaran mereka, umat terus terombang ambing dalam kebiasaan yang salah ini, dan meneladani prilaku yang salah, lantaran menemukan sebagian para da’i hobi dengan rokok. Padahal para da’i adalah pelita. Lalu, bagaimana jika pelita itu tidak mampu menerangi dirinya sendiri?

 

 

Mereka beralasan ‘tidak saya temukan dalam al Quran dan al Hadis yang mengharamkan rokok.’ Sungguh, ini adalah perkataan yang mengandung racun berbahaya bagi orang awam, sekaligus menunjukkan keawaman pengucapnya, atau kemalasannya untuk menelusuri dalil.

 

 

Sebab banyak hal yang diharamkan dalam Islam tanpa harus tertera secara manthuq (tekstual/jelas tertulis) dalam al Quran dan as Sunnah. Kata-kata ‘rokok’ jelas tidak ada dalam al Quran dan as Sunnah secara tekstual, sebab bukan bahasa Arab.

 

 

Nampaknya anak kecil juga tahu itu. Orang yang mengucapkan itu tidak paham fiqih, bahwa keharaman dalam al Quran bisa secara lafaz (teks tegas mengharamkan) atau keharaman karena makna/ pengertian/maksud.

 

 

Secara lafaz memang tidak ada tentang haramnya rokok, tetapi secara makna/pengertian/maksud, jelas sangat banyak dalilnya.

 

 

Orang yang mengucapkan kalimat seperti ini ada beberapa kemungkinan, pertama, ia benar-benar tidak tahu alias awam dengan urusan syariat, jika demikian maka ucapan “tidak saya temukan …dst” itu bisa dimaklumi.

 

 

Kedua, ia telah mengetahui adanya ayat atau hadis yang secara makna mengharamkan apa pun yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain termasuk rokok, tetapi ia memahaminya sesuai selera dan hawa nafsunya sendiri, tidak merujuk kepada pandangan para Imam dan Ulama yang mendalam.

 

 

Ketiga, ia sudah mengetahui dalilnya tetapi disembunyikannya dari umat, atau ia pura-pura tidak tahu, maka ini adalah sikap dusta dan kitmanul haq (menyembunyikan kebenaran) yang dikecam dalam agama.

 

 

Sejak zaman sahabat, umat telah ijma’ (sepakat) bahwa Anjing adalah haram dimakan, tapi adakah ayat atau hadis secara jelas yang menyatakan Anjing haram di makan? Tidak ada! Tetapi kenapa Islam mengharamkan?

 

 

Karena kita memiliki qawaid al fiqhiyyah fi at tahrim (kaidah-kaidah fiqih dalam mengharamkan), maqashid syari’ah (esensi syariat) yang mafhum secara tersirat, serta qarinah (korelasi/petunjuk isyarat) tentang haramnya sesuatu walau tidak secara jelas disebut nama barangnya atau perbuatannya.

 

 

Kaidah-kaidah inilah yang nampaknya luput dari mereka dalam perkara rokok ini.

 

 

Dikhawatkan dari pandangan sebagian da’i yang terlalu tekstual dan kaku ini, nanti ada umat yang mengatakan bahwa memonopoli barang dagangan adalah halal, karena tidak ada ayat atau hadis secara terang tentang ‘monopoli’. Joget ala ngebor Inul juga halal, karena tidak ada ayat atau hadis yang membahas tentang goyangnya Inul! Nauzubillah.



Ada lagi yang berkata, “Bukankah para kiayi juga ada atau banyak yang merokok? Bukankah mereka ahli agama?”

 

 

Maka jawaban yang pas bagi mereka adalah, “Hanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksum (terpelihara dari kesalahan), sedangkan selainnya (walau ulama atau kiayi) bisa saja salah. Kebenaran bukan dilihat dari orangnya, tapi lihatlah dari perilakunya, sejauh mana kesesuaian dengan al Quran dan as Sunnah.

 

 

Yakin dan berbaik sangkalah, para kiayi yang merokok pun sebenarnya membenci apa yang telah jadi kebiasaan mereka, hanya saja karena sudah candu, mereka sulit meninggalkannya. 

 

 

Akhirnya, tidak sedikit di antara mereka yang mencari-cari alasan untuk membenarkan rokok. Sungguh, para pengamal sunnah, adalah orang yang berani beramal setelah adanya dalil, bukan beramal dulu, baru cari-cari dalil dan alasan.

 

 

Imam Malik rahimahullah berkata, “Perkataan seluruh manusia bisa diterima atau ditolak, hanya perkataan Penghuni kubur ini (yakni Rasulullah) yang wajib diterima (tidak boleh ditolak).”

 

 

Hasan al Banna berkata, “Setiap manusia bisa diambil atau ditinggalkan perkataan mereka, begitu pula apa-apa yang datang dari para salafus shalih sebelum kita yang sesuai dengan al Quran dan as Sunnah, kecuali hanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  (yang perkataannya wajib diterima tidak boleh ditolak, red.) …..” (Al imam Asy Syahid Hasan al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, hal. 306. Maktabah at Taufiqiyah, Kairo. Tanpa tahun)

 

 

Memang keteladanan hanya ada pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan untuk para da’i hati-hatilah, sebab Allah Ta’ala  berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (Qs. An Nahl (16:116).

 

 

Dari Abdullah bin Amr bin al Ash ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara begitu saja dalam diri manusia, tetapi dicabutnya ilmu melalui wafatnya para ulama. Sehingga orang berilmu tidak tersisa, lalu manusia menjadikan orang bodoh menangani urusan mereka. Mereka ditanya lalu menjawab dengan tanpa ilmu. Akhirnya, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari, lihat Syaikh Fuad Abdul Baqi, Al lu’Lu’ wal Marjan, Kita-bul ‘ilmi, hal. 457, hadis no. 1712. Darul Fikri, Beirut .1423H/2002M)

 

 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah diambilnya ilmu (agama) dari kalangan ashaghir.” (HR. Abdullah bin al Mubarak, dalam kitab Az Zuhd, dengan sanad hasan)

 

 

Siapakah Ashaghir? Berkata Abdullah bin al Mubarak rh, yaitu orang yang Qillatul ‘ilmi (sedikit ilmunya). Ya, sedikit ilmunya tetapi banyak gayanya! Lidahnya menjulur melebihi pengetahuannya.

 

 

Dari Jabir bin Abdullah ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat majelisnya denganku pada hari kiamat nanti adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian. Dan sesungguhnya yang paling aku benci dan paling jauh dariku adalah yang banyak omongnya (atstsartsarun), bermulut besar (al mutasyaddiqun), dan al mutafaihiqun.”

 

 

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, kami telah tahu ats tsartsarun dan al mutasyaddiqun, tetapi apakah al mutafaihiqun?

 

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Yaitu al Mutakabbirun (orang yang merasa besar, sok berilmu).” (HR. Imam At Tirmidzi, ia berkata: hadis ini ‘hasan’. Imam an Nawawi, Riyadhush Shalihin, Bab Husn al Khuluq, hal. 187, hadits no. 629. Maktabatul Iman, Al Manshurah).

 

 

Siapa dan dimanapun saudara muslim yang membaca tulisan singkat ini, semoga Allah beri penyadaran dan segera meninggal rokok semata-mata karena mengharap wajah Allah, wallahua'lam.[] 


(dari berbagai sumber)


HARGA BETON MURAH di Jabodetabek Klik di Sini


Lebih baru Lebih lama